Psikoterapi dengan Pendekatan Analisis Transaksional (TA)
Analisis Transaksional (AT) dikembangkan oleh Eric Berne pada
pertengahan 1950an. Teori ini percaya bahwa ketiga ego state adalah wujud dalam diri setiap individu. Psikoanalisis
melihat struktur ego, superego, dan id sebagai konsep hipotetikal (Nordin,
2008). Menurut Eric Berne
bahwa sumber-sumber tingkah laku, sikap dan perasaan sebagaimana individu
melihat kenyataan, mengolah informasi dan melihat dunia diluar dirinya disebut
dengan status ego. Istilah status ego yang dikemukakan oleh Berne berbeda dari
teori freud ( id, ego dan super ego ) karena bukan merupakan konstruk, akan
tetapi sesuatu yang bisa diamati dengan indra yang merupakan kenyataan
fenomenologis (dengan melihat gejala-gejala yang nampak). Teori Analisis Transaksional bermula dari keluarga (parent, adult, dan child) maka analisis ini menyediakan berbagai teknik untuk
konseling keluarga (Nordin, 2008).
Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne, ia mencoba meneliti dan
menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam
interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini
muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam
pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya. Dari eksperimen ini Berne mengamati
bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego
(anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan transaksional
antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi
juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis.
Percobaan Eric Berne ini dilakukan hampir 15 tahun dan akhirnya
dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis
Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya
tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966
menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas
Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers. Dalam teorinya, individu mengalami 3 status
ego dalam hidupnya, yakni: kanak-kanak, dewasa dan orang tua.
a.
Status ego anak
Status
ego anak terlihat dalam perilakunya dan cara berfikirnya ketika masih
kanak-kanak dan berkembang dengan pengalaman semasa kanak-kanak. Dapat dilihat
dalam perilakunya seperti manja, ingin menang sendiri, ingin diperhatikan,
takut, pemberani, sembrono, bebas dan acuh.
b.
Status ego dewasa
Status
ego ini dapat dilihat dari tingkah lakunya yang bertanggung jawab, mandiri dan
rasional. Sifat dari status ego ini adalah objektif, penuh perhitungan dan
masuk akal.
c.
Status ego orang tua
Merupakan suatu
kumpulan pola, sikap, perasaan dan tingkah laku yang mirip dengan bagaimana
orang tua, individu merasa dan bertigkah laku terhadap dirinya.
Dari
penjabaran diatas mengenai status ego individu, dapat diketahui bagaimana orang
atau individu dikatakan bermasalah atau tidak. Dalam individu batas antara
status ego yang satu dengan yang lainnya sangatlah tipis, sehingga dimungkinkan
terjadi percampuran ego yang satu ke yang lainnya. Dalam hal ini yang
mengakibatkan individu dapat dikatakan bermasalah yakni :
1.
Eklusi
Eklusi berarti bahwa individu terkurung dalam salah satu status ego tertentu, akibatnya akan menghambat berfungsinya status ego yang lain. Contoh, orang yang mengeklusikan dirinya dalam status ego orang tua, orang tersebut akan bertingkah laku terhadap orang lain layaknya seperti anak dengan perilakunya yang memberi kasih sayang, mencela, ikut campur urusan orang lain dan sering menasehati. Eklusi pada anak yang menyesuaikan diri yakni bertingkah laku sopan, patuh dan penurut. Anak yang wajar akan bersikap kreatif, agresif, tergantung, spontan dan penuntut.
Eklusi berarti bahwa individu terkurung dalam salah satu status ego tertentu, akibatnya akan menghambat berfungsinya status ego yang lain. Contoh, orang yang mengeklusikan dirinya dalam status ego orang tua, orang tersebut akan bertingkah laku terhadap orang lain layaknya seperti anak dengan perilakunya yang memberi kasih sayang, mencela, ikut campur urusan orang lain dan sering menasehati. Eklusi pada anak yang menyesuaikan diri yakni bertingkah laku sopan, patuh dan penurut. Anak yang wajar akan bersikap kreatif, agresif, tergantung, spontan dan penuntut.
2.
Kontaminasi
Selain eklusi ada satu masalah fungsional yang sering dialami individu yakni kontaminasi yaitu dimana bercampurnya status ego yang satu dengan yang lainnya sehingga mengalami pencemaran.
Selain eklusi ada satu masalah fungsional yang sering dialami individu yakni kontaminasi yaitu dimana bercampurnya status ego yang satu dengan yang lainnya sehingga mengalami pencemaran.
Konsep-Konsep Dasar
Terapi
Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti
deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah sesuatu yang
sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan
bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian
dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang
telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai
kapasitas untuk memilih dan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Kata
transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam
komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan adalah
pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya
bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang
terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan) (Corey, 1996).
Secara keseluruhan
dasar filosofis analisis transaksional bermula dari asumsi bahwa semuanya OK,
artinya bahwa setiap individu perilakunya mempunyai dasar menyenangkan dan
mempunyai potensi untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Teori analisis
transaksional mendasarkan pada decision
model, artinya setiap individu belajar perilaku yang spesifik dan
memutuskan rencana hidupnya dalam menghadapi hidup dan kehidupannya (Noor,
2002). Analisis transaksional memfokuskan pada proses internal (intrapsikis),
dan juga hubungan interpersonal, interaksi dan proses. Hal terpenting dalam
praktek AT adalah rasa hormat yang mendalam dan empati. Analisis transaksional
bukanlah terapi yang ‘dilakukan untuk
klien’, tetapi adalah ‘dilakukan dengan klien’. Terapis akan diharapkan
untuk menjadi peserta yang penuh aktif dalam proses terapi. Pekerjaan ini
didukung oleh serangkaian perjanjian atau kontrak untuk memastikan bahwa
terapis dan klien mempertahankan fokus dan berada dalam perjanjian tentang
sifat dan arah terapi (Corey, 1996)
Dasar dari analisis
transaksional adalah mengganti cara hidup yang otomatis dengan kesadaran,
spontanitas, dan keakraban dengan jalan memanipulasi permainan dan naskah hidup
yang menyalahkan diri atau mengalah. Harris (dalam Noor, 2002) melihat bahwa
tujuan dari analisis transaksional adalah membantu individu agar mempunyai
kebebasan memilih, kebebasan untuk berubah dan berganti respon terhadap
rangsang yang baru.
Perwakilan Ego
Dalam diri setiap manusia,
memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua
(Parent= P, exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A, neopsychic); dan ego
anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang
(baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua).
Wakil Ego
Analisis Transaksional
menggunakan suatu sistem terapi yang berlandaskan pada teori kepribadian yang
menggunakan pola perwakilan ego yang terpisah; orang tua, orang dewasa, dan
anak. Menurut Corey (1996), ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan
introyeksi dari orang tua atau subtitusi orang tua. Jika ego orang tua itu
dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan adalah perasaan-perasaan
orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap
orang lain dengan cara yang sama dengan perasaan dan tindakan orang tua kita
terhadap diri kita. Ego orang tua berisi perintah-perintah “harus” dan
“semestinya”. Orang tua dalam diri kita bisa “orang tua pelindung” atau orang
tua pengkritik”.
Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi., adalah bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu. Selanjutnya, ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat spontan, “anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa “anak disesuaikan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.
Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi., adalah bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu. Selanjutnya, ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat spontan, “anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa “anak disesuaikan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.
Skenario Kehidupan dan Posisi Psikologi Dasar
Skenario kehidupan adalah
ajaran orang tua yang kita pelajari dan keputusan awal yang dibuat oleh kita
sebagai anak, selanjutnya dipahami oleh kita sebagai orang dewasa. Kita
menerima pesan-pesan dengan demikian kita belajar dan menetapkan tentang
bagaimana kita pada usia dini. Pesan verbal dan non verbal orang tua,
mengkomunikasikan bagaimana mereka melihat dan bagimana merasakan diri kita.
Kita membuat keputusan yang memberikan andil pada pembentukan perasaan sebagai
pemenang (perasaan “OK”) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan
“tidak OK”). Dalam hal ini, konsep AT memiliki empat posisi dasar yaitu;
· Pertama, Saya OK—Kamu OK
Posisi yang sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang
atau posisi Saya OK—Kamu OK. Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti
pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka.
· Kedua, Saya OK—Kamu Tidak OK
Saya OK—kamu tidak OK, adalah posisi orang yang memproyeksikan
masalah-masalanya kepada orang lain dan biasanya melimpahkan kesalahan pada
orang lain, ciri pada posisi ini menunjukan sikap arogan, menjauhkan seseorang
dari orang lain dan mempertahankan seseorang dari teralinasi.
· Ketiga, Saya Tidak OK—Kamu OK
Saya Tidak OK—Kamu OK , adalah posisi
orang yang mangalami depresi, merasa tidak kuasa dibanding dengan orang lain
dan cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain
daripada keinginan diri sendiri.
· Keempat, Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK.
Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK, adalah
posisi orang yang memupus semua harapan, bersikap pesimis, dan memandang hidup
sebagai sesutau yang hampa.
Masing-masing dari posisi
itu berlandaskan pada keputusan yang dibuat seseorang sebagai hasil dari
pengalaman masa kecil. Bila, keputusan yang telah diambil, maka umumnya dia
akan bertahan pada keputusannya itu, kecuali bila ada intevensi (konselor atau
kejadian tertentu) yang mengubahnya.
Tujuan Terapi
Tujuan utama dari AT adalah membantu klien dalam membuat
keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah
hidupnya. Sedangkan sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa
kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai
posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang tetap dan
deterministik (bertujuan). Menurut Berne dalam Corey (1996) bahwa tujuan dari
AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga
karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
Penekanan terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai
oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang
menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas
dan keakraban. Menurut Haris yang dikutip dalam Corey (1996) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala
yang timbul dan metode treatment
adalah membebaskan ego orang dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih
dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi.
Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego
orang tua, ego orang dewasa, dan ego anak. Para klien dalam setting kelompok
itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego
tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.
Peran dan Fungsi Terapi
Harris yang dikutip dalam Corey (1996) memberikan gambaran peran
terapis, seperti seorang guru, pelatih atau narasumber dengan penekanan kuat
pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep seperti
analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis
permainan. Selanjutnya menurut Corey (1996), peran terapis yaitu membantu klien
untuk menemukan suasana masa lampau yang merugikan dan menyebabkan klien
membuat keputusan-keputusan awal tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup
dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi
orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya.
Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis
dan mencari alternatif-alternatif untuk menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak
terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses
terapi. Tugas terapi adalah menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien
dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh
klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego orang
dewasanya sendiri ketimbang ego orang dewasa konselor dalam memeriksa
keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
Hubungan Terapis dengan Klien
Pelaksanaan terapi AT
beradasarkan kontrak, kontrak tersebut menjelaskan keinginan klien untuk
berubah, di dalam kontrak berisi kesepakatan-kesepakatan yang spesifik, jelas,
dan ringkas. Kontrak menyatakan apa yang dilakukan oleh klien, bagaimana klien
melangkah ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya dan kapan kontrak tersebut
akan berakhir. Kontrak dapat diperpanjang, konselor akan mendukung dan bekerja
sesuai kontrak yang telah menjadi kesepakatan bersama. Pentingnya keberadaa
kontrak, karena umumnya dalam terapi, klien seringkali keluar dari kesepakatan
awal. Menyimpang, cenderung memunculkan masalah-masalah baru, bersikap pasif,
dan dependen akibatnya proses penyembuhan membutuhkan tambahan waktu. Dengan
adanya kontrak maka kewajiban tanggungjawab bagi klien semakin jelas, membuat
usaha klien untuk tidak keluar pada kesepakatan dan komitmen untuk penyembuhan
tetap menjadi perhatian, maka klien menjadi fokus pada tujuan-tujuan sehingga
proses penyembuhan akan semakin cepat. Maksud dari kontrak lebih spesifik,
yaitu menyepakati cara-cara yang sesungguhnya digunakan dalam terapi yang
disesuikan dengan kebutuhan klien dengan memperhatikan apakah untuk individu
atau kelompok.
Contoh dalam kontrak,
misalnya klien membutuhkan hubungan yang harmonis dan bermakna dengan orang
lain, kemudian dia berkata, “Saya merasa kesepian dan saya ingin lebih memiliki
hubungan yang harmonis dengan para kerabat”. Maka, kontrak yang dibuat harus
mencakup latihan yang spesifik dengan mengerjakan tugas oleh klien agar dia
memiliki kepercayaan diri untuk berhubungan secara harmonis dan bermakna. Bagaimana
dengan klien yang bingung menentukan apa yang menjadi keinginannya? Selanjutnya
untuk membuat kontrak pun akan sulit, Corey (1996) memberikan solusi, bagi
mereka yang seperti itu disarankan untuk memulai dan menetapkan kontrak jangka
pendek atau kontrak yang lebih mudah dengan berkonsultasi tidak terlalu lama
diyakini kontrak akan bisa ditetapkan. Perlu dipahami bahwa kontrak bukan tujuan,
melainkan sebagai alat untuk membantu klien untuk dapat menerima tanggunjawab
agar lebih aktif dan otonom.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh konselor ketika membangun hubungan dengan klien, yaitu
Pertama, tidak ada kesenjangan pemahaman antara klien dan konselor yang tidak
dapat jembatani. Kedua, klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh dalam
terapi, artinya klien memiliki hak untuk menyimpan atau tidak mengungkapkan
sesuatu yang dianggap rahasia. Ketiga, kontrak memperkecil perbedaan status dan
menekankan persamaan di antara konselor dan klien.
Teknik dan Prosedur
Terapi
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut Haris dalam Corey
(1996) treatment individu-individu
dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase
permualaan AT sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada
peran didaktik terapis kelompok. Konsep-konsep AT beserta tekniknya sangat
relevan diterapkan pada situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada
individu juga dianggap boleh dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh,
bila digunakan dengan pendekatan kelompok, yaitu:
ü Pertama, berbagai ego orang tua mewujudkan dirinya dalam
transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak
pada masing-masing individu di kelompok bisa dialami.
ü Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu lingkungan yang
bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang lain.
ü Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul
secara wajar.
ü Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam
treatment kelompok.
Prosedur pada AT dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti
yang dikemukakan oleh James dan Jongeward dalam Corey (1996) dia menggabungkan
konsep dan prosedur AT dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut
hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan
otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam AT
yaitu, sebagai berikut:
1.
Analisis Struktural.
Adalah
suatu cara yang dapat menjadikan individu sadar tentang isi dan fungsi dari
status egonya. Didalam analisis transaksional klien belajar bagaimana
mengidentifikasikan status egonya. Para
klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat
membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan
membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan
tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2.
Metode-metode Didaktik.
Analisis transaksional berdasarkan pada aspek kognitif, maka
dalam hal ini metode didaktik merupakan dasar bagi pendekatan terapi ini.
Anggota kelompok pada terapi ini diharapkan mampu untuk kenal dengan analisis
struktural dan memahami peran ego masing-masing.
3.
Analisis Transaksional
Adalah penjabaran dari yang dilakukan
orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang
melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan
disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer,
menyilang, dan terselubung.
4.
Permainan Peran (Role Playing)
Prosedur-prosedur AT
dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi
kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang
anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber
masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut.
Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas
dari ego orang tua yang konstan.
5.
Analisis Upacara, Hiburan, dan Permainan
AT meliputi pengenalan
terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun
waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan
karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan
orang lain dan memperoleh perhatian.
6.
Analisa Skenario
Adalah kekurangan otonomi
berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang
ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia
sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya.
Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi
sangat mirip dengan pementsan sandiwara.
7.
Kursi Kosong (Emphty Chair).
Prosedur
kursi kosong dalam terapi ini, merupakan cara yang sangat baik dalam analisis
struktural. Cara ini mengasumsikan bahwa klien mempunyai kesulitan dalam
mengatasi dirinya dan pimpinannya. Klien disuruh membayangkan bahwa orang yang
duduk didepannya adalah orang lain, dan kemudian diajak untuk berdialog.
Prosedur ini memberikan kebebasan pada klien untuk mengekspresikan pikiran,
perasaan dan sikapnya sebagaimana dirinya berperan pada status ego tertentu. Mc
Neel menggambarkan bahwa teknik dua kursi yang kosong ini merupakan alat yang
sangat efektif dalam membantu klien menyelesaikan konfliknya dengan orang tua
atau orang lain yang ada disekitarnya pada waktu klien dibesarkan. Tujuan dari
teknik ini adalah untuk menyempurnakan unfinished
bussines pada masa yang silam.
8.
Familiy Modelling.
Dalam
teknik ini, klien diminta untuk membayangkan yang melibatkan banyak individu,
mungkin yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu atau dirinya. Klien
menetapkan situasi dan menggunakan anggota lain dari kelompoknya sebagai
anggota keluarga. Kemudian dari analisis didiskusikan dan dievaluasi dengan
kesadaran yang penuh.
9.
Analysis of Ritual and Past time.
Didalam
analisis transaksional akan terlibat masalah identifikasi mengenai tata cara
dan pengisi waktu yang tampaknya dapat digunakan dalam menstruktur waktu.
Struktur waktu ini sangat penting didiskusikan dan diperiksa, karena hal ini
merefleksikan bagaimana individu memutuskan naskahnya dalam kaitannya bagaimana
individu tersebut melakukan transaksi dan bagaimana untuk mendapatkan belaian
yang tidak menguntungkan dan akibatnya akan mengalami keakraban dengan orang
lain.
10.
Analysis of Game and Rackets.
Analisis
permainan merupakan aspek yang penting dalam mengetahui transaksi yang
sebenarnya dengan orang lain. Didalam hal ini perlu di observasi dan diketahui
bagaimana permainan dimainkan dan belaian apa yang diterima, bagaimana keadaan
permainan itu apakah ada jarak dan apa diringi dengan keakraban.
Kelebihan dan Kelemahan Analisis
Transaksional
Kelebihannya
yaitu:
1.
Sangat berguna dan
para terapis dapat dengan mudah menggunakannya.
2.
Menantang klien untuk
lebih sadar akan keputusan awal mereka.
3.
Integrasi antara
konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari terapi
gestalt amat berguna karena klien bebas menggunakan prosedur dari pendekatan
lain.
4.
Memberikan sumbangan
pada konseling multikultural karena konseling diawali dengan larangan
mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan
mementingkan diri sendiri.
Kelemahannya yaitu:
1.
Banyak terminologi
atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional yang cukup
membingungkan.
2.
Penekanan analisis
transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
3.
Konsep serta
prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji
keilmiahannya.
4.
Klien bisa mengenali
semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek diri mereka
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. (1996). Theory and Practice of Counseling and
Psychotherapy. USA: Brooks Cole.
Nordin,
Bin Ramlan, dkk. (2008). Transaksional
analisis untuk kaunseling keluarga. Seminar Kaunseling Keluarga. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CDQQFjAA&url=http%3A%2F%2Feprints.utm.my%2F6517%2F1%2FRamlanNordin2008_TransaksionalAnalisisUntukKaunselingKeluarga.pdf&ei=PbprUbTiHs7MrQeoz4GYAw&usg=AFQjCNEz7YaWt_mrRzt8xWGlzW5EIGRFLA&bvm=bv.45175338,d.bmk. Diakses tanggal 10 April 2013.
Noor,
M. (2002). Psikoterapi pendekatan
konvensional dan kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar