Psychology Acculturation
Definisi
Psychology
Acculturation
atau
yang dalam bahasa indonesia disebut sebagai Akulturasi Psikologi adalah istilah
yang pertama kali dikemukakan oleh Graves. Graves melakukan banyak studi dan penelitian
tentang Psychology
Acculturation. Beliau yang petama kali mendefinisikannya. Menurut Graves (dalam Flannery, 2001) Akulturasi
Psikologis didefinisikan sebagai
proses adaptasi individu terhadap suatu budaya baru. Lebih lanjut Graves (dalam berry dan Safdar, 2007) mengatakan bahwa
akulturasi psikologis merupakan perubahan pada individu yang berpartisipasi
dalam situasi kontak budaya yang dipengaruhi oleh budaya dominan dan budaya
non-dominan dimana individu menjadi anggotanya. Sedangkan Berry (dalam Dees, 2006) mengartikannya sebagai
proses dimana individu mengalami perubahan, baik karena dipengaruhi oleh adanya
kontak dengan budaya lain, serta karena berpartisipasi dalam perubahan
akulturatif umum yang berlangsung dalam budaya mereka sendiri. Ia juga
mengatakan bahwa untuk menyadari akulturasi psikologi pada individu, kita perlu mempertimbangkan perubahan psikologis
yang dilalui oleh individu dan peristiwa-peristiwa adaptasi mereka pada situasi
baru. Sedangkan pandangan Dees (2006) yang
berlawanan dengan pendapat Berry,
mengasumsikan bahwa Akulturasi Psikologi lebih
meneliti dampak dari hubungan antar budaya pada tingkat individu bukan terfokus
pada tingkat perubahan yang terjadi pada individu dari kelompok budaya yang
berbeda. Dari berbagai pendapat tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa Akulturasi
psikologi (Psychology
Acculturation) adalah perubahan
perilaku serta identitas yang terjadi pada individu sebagai dampak dari adanya
hubungan (kontak) antar budaya.
Teori
Terdapat
dua alasan untuk membedakan tingkat budaya dan psikologis. Pertama, dalam
psikologi lintas budaya kita memandang perilaku individu sebagai interaksi
dengan konteks budaya yang terjadi (Berry,
Poortinga, Segall dan Dasen dalam Berry dan Safdar, 2007). Kedua, tidak
setiap individu masuk, berpartisipasi atau berubah dengan cara akulturasi yang
sama. Terdapat perbedaan individu yang besar dalam akulturasi psikologis, walaupun diantara individu yang
memiliki budaya yang sama dan tinggal dalam wilayah akulturatif yang
sama (Sam dan Berry dalam Berry dan Safdar, 2007).
Mengacu dengan pernyataan Berry dan Safdar tersebut maka dapat dikatakan bahwa dalam
akulturasi psikologis, dampak yang ditimbulkan dari adanya kontak antar budaya
(budaya asli dengan budaya luar) tidak hanya berupa perubahan tetapi juga dapat
berupa perilaku mempertahankan budaya asli. Ketika individu dihadapkan pada
fenomena perubahan budaya dalam kelompoknya sebagai akibat masuknya budaya
luar, maka pada individu tersebut akan terjadi akulturasi psikologis. Mengacu
pada teori yang dikemukakan oleh Berry (dalam
Matsumoto dan Juang, 2008) serta pada Berry
(2005), Individu akan melakukan salah satu strategi akulturasi yang
terdiri dari empat macam yaitu:
1.
Intergrasi (integration)
Yaitu
individu tetap mempertahankan budaya asli mereka tetapi individu juga ingin
berpartisipasi terhadap budaya luar yang masuk ke dalam budaya mereka. Baik
budaya asli dan budaya luar diterima oleh individu. Nilai-nilai budaya asli
tetap dipertahankan dan nilai-nilai budaya luar juga ikut diadopsi yang pada
akhirnya akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Salah satu perubahan
yang terjadi, misalnya mereka dapat berbicara dua bahasa atau lebih.
2. Asimilasi (assimiliation)
Yaitu
individu hilang kontak (tidak memiliki kontak) dengan budaya asli mereka tetapi
individu lebih memilih mengadakan kontak dengan budaya luar. Jadi, individu
menolak budaya asli mereka dan secara menyeluruh mengasimilasi budaya luar. Terjadi
perubahan dalam perilaku mereka, yaitu mengikuti nila-nilai budaya luar. Mereka
mengurangi interaksi dengan orang-orang dari budaya asli mereka, mereka
berbicara menggunakan bahasa dari budaya luar ketika mereka berinteraksi dengan
orang-orang dari budaya asli mereka sendiri.
3. Separasi (separation)
Yaitu
individu mempertahankan nilai-nilai budaya asli mereka dan menolak nilai-nilai
budaya luar yang masuk. Individu hanya mengadakan interaksi dengan budaya asli
mereka tetapi tidak mengadakan interaksi dengan budaya luar. Jenis ini
merupakan kebalikan dari asimilasi. Individu tersebut menggunakan bahasa asli
mereka dalam berinteraksi dengan orang-orang dari budaya luar serta dari budaya
mereka sendiri.
4.
Marginalisasi (marginalization)
Yaitu
individu memutuskan untuk menolak budaya asli dan budaya luar. Individu tidak
mempertahankan budaya asli mereka tetapi juga tidak menerima budaya luar. Maka
dari itu, tidak terjadi perubahan dalam diri individu yang disebabkan oleh
budaya luar, tetapi individu juga tidak berusaha mempertahankan budaya asli
mereka.
Keempat macam
strategi akulturasi tersebut dapat diperjelas dengan gambar di bawah ini,
dimana tiap strategi bergantung kepada kelompok mana yang dipertimbangkan.
Dampak Akulturasi
Psikologi di Indonesia
Berdasarkan
penjabaran diatas, dapat terlihat bahwa strategi akulturasi yang terjadi di
Indonesia adalah asimilasi, yaitu kebanyakan individu menolak budaya asli
mereka dan secara menyeluruh mengasimilasi budaya luar. Pengaruh budaya barat
yang masuk ke Indonesia telah membuat perubahan yang besar terhadap perilaku,
gaya hidup, bahasa, makanan, pakaian, dan lain-lain. Orang-orang indonesia
cenderung mengagung-agungkan budaya barat dan melupakan budaya aslinya sendiri.
Hanya sedikit masyarakat yang mempertahankan, menjaga dan melestarikan budaya
asli indonesia, yang kebanyakan berasal dari golongan tua. Kebanyakan
masyarakat indonesia dari remaja sampai dewasa mengalami perubahan karena
masuknya budaya asing tersebut. Dimulai dari pakaian sampai pada gaya hidup.
Tidak sedikit masyarakat indonesia yang menggunakan pakaian-pakaian terbuka,
minim bahan, dan tidak senonoh yang merupakan fashion di negara barat. Selain
itu, sekarang hampir tiap restoran dipenuhi dengan menu steak api, jarang
sekali restoran yang menjual gado-gado, karedok, dan sebagainya. Kemudian
banyak pula warga indonesia yang berbicara menggunakan bahasa inggris dengan
sesama orang indonesia, baik itu para selebritis maupun para karyawan di kantor.
Lalu gaya hidup, masyarakat indonesia terutama para golongan elit memiliki selera
dan gaya hidup layaknya orang barat. Mulai dari desain rumah, perabotan rumah, sampai
hampir pada tiap barang yang di beli dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya barat.
Singkatnya, budaya luar (budaya barat) yang masuk ke indonesia membuat banyak perubahan
dalam perilaku individu.
Pengaruh Akulturasi
Psikologi terhadap Kesehatan Mental
Pada tingkat
individu kita perlu menyadari perubahan psikologis individu dalam semua
kelompok, dan adaptasi mereka terhadap situasi baru. Beberapa penelitian menemukan
bahwa strategi akulturasi berkaitan dengan kesehatan mental individu. Kesehatan
mental bukan hanya satu dimensi saja dari kesehatan manusia secara keseluruhan.
Ia juga merupakan dimensi yang berkaitan dengan kapasitas keberadaan manusia
yang meliputi kapasitas dalam berpikir, dalam menetapkan hubungan
interdependensi dengan individu lain, dalam berkarya, dalam menciptakan budaya
dan menemukan makna dalam hidup. Dalam hal ini kesehatan mental merupakan hal
yang penting dalam perkembangan dan kehidupan manusia secara sosial. Mengacu
pada teori Berry mengenai strategi akulturasi, integration berkaitan dengan rendahnya tingkat stres, separation berperan pada stres psikosomatik (psychosomatic stress), assimilation
memberikan peran pada munculnya stres psikologis (psychological
stress) dan Marginalization meningkatkan prasangka (stereotipe).
Berry
(dalam Pink, 2001), memperkenalkan model stres akulturatif (model of acculturative stress),
yang menggambarkan pengaruh stresor yang kuat pada proses akulturasi. Model ini
didasarkan pada model stres psikologis (model of
psychological stress) dari Lazarus (1984) yang menjelaskan
hubungan non-linier antara stresor dengan kesehatan. Proses akulturasi dimulai
dari pengalaman dalam menangani (to cope)
dua nilai budaya yang berbeda. Individu menilai nilai pada budaya yang baru
sebagai hambatan atau tantangan. Proses akulturasi ini menyebabkan
ketidakseimbangan pada individu sehingga memunculkan stres. Kesehatan mental
bukan sekedar terbebasnya individu dari berbagai macam gangguan psikologis,
tetapi lebih dari itu, kesehatan mental berkaitan dengan kapasitas dan kualitas
dimana individu mampu beradaptasi dengan perubahan, manajemen situasi yang
krisis, mendemonstrasikan hubungan yang bermakna dengan individu lain dan
menikmati kehidupan (Almeida, 2001).
Dari
penjelasan ini dapat diketahui bahwa kesehatan mental merupakan status
keseimbangan dan harmoni pada internal psikis. Order
maupun disorder adalah satu
sistem yang terbuka sehingga menyebabkan keduanya bukan merupakan kutub yang
berlawanan dalam satu kontinum, dimana yang satu merupakan kebalikan dari yang
lain. Order dan disorder adalah dimensi dalam satu proses yang
sama dengan hubungan yang sangat kompleks. Akhirnya kita melihat bahwa sehat
dan sakit bukan merupakan hal dikotomi. Oleh karena itu Kesehatan mental
diartikan dalam kerangka ‘keberfungsian dan kualitas hidup’ (Functioning and Quality of Life) sebagai
salah satu area dimana indikasi kesehatan diterapkan pada masa depan kesehatan
komunitas (Kovess, 1999).
Jahoda (dalam Andersson, 1999) membuat
kriteria mengenai kesehatan mental secara positif. Kriteria tersebut antara
lain: 1) Sense of identity, yang
memuat self acceptance dan self-esteem. 2) Realizing One’s Potential,
yang menjelaskan kemampuan individu merealisasikan potensi yang dimiliki. 3) Unifying Outlook and Sense of Meaning and
Purpose To Life, yang menjelaskan cara individu dalam
mencapai tujuan hidupnya. 4) Autonomy,
yang memuat penentuan diri (self determination)
yang disesuaikan dengan harapan masyarakat. 5) Accurate
Perception, dalam hal persepsi terhadap realitas tanpa mengindahkan
situasi objektif. 6) Mastery Of The
Environment, yang termanifestasikan dalam hubungan interpersonal.
Kesimpulan
Dari
penjabaran diatas, kita dapat mengetahui bahwa akulturasi psikologis adalah
perubahan perilaku serta identitas yang terjadi pada individu sebagai dampak
dari adanya hubungan (kontak) antar budaya. Jadi singkatnya, akulturasi
psikologis terjadi karena adanya interkultural. Seperti yang telah dijelaskan
pada pembahasan sebelumnya bahwa interkultural yaitu adanya hubungan antara
budaya yang satu dengan budaya yang lain, antara budaya asli (lokal) dengan
budaya lain (luar). Tanpa adanya
hubungan antar budaya, perilaku dan identitas individu tidak akan berubah.
Adanya hubungan antar budaya menyebabkan individu yang menjadi anggota suatu
budaya asli mengalami pergeseran nilai-nilai yang dianut, perubahan perilaku
serta identitas.
Daftar
Pustaka
Flannery, Peter, dkk. 2001. An Empirical Comparison of
Acculturation Models. http://www.uk.sagepub.com/thomas2e/study/articles/section3/Article65.pdf. Jurnal Society of Personality
and Social Psychology. Vol.27, Hal.1035-1045. Diakses tanggal 2 Desember
2012
Dees, M David. 2006. How
Do I Deal With These New Ideas?: The Psychological Acculturation of Rural
Students. http://www.jrre.psu.edu/articles/21-6.pdf. Journal of Research in Rural Education. Diakses tanggal 2 November 2012
Berry,
W John dan Saba Safdar. 2007. Psychology of Diversity: Managing Acculturation and
Multiculturalism in Plural Societies. http://atrium.lib.uoguelph.ca:8080/xmlui/bitstream/handle/10214/4064/Berry_Safdar_2007rev.pdf?sequence=3. Diakses
tanggal 22 Desember 2012
Berry, W John. 2005.
Acculturation: Living Successfully in Two Cultures. International Journal of
Intercultural Relations. Vol 29. Hal 697-712
Matsumoto, David dan Linda
Juang. 2008. Culture and Psychology.
USA: Wadsworth
Hadjam, Rochman Noor.
Perubahan Nilai dan Kesehatan Mental. http://plopsikologi.ugm.ac.id/images/foto/CF73325448518165-15246.pdf.
Diakses tanggal 22 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar