Logotherapy
Janganlah mengejar kebahagiaan! Itu kata Victor Fankl (dalam
Widyarini, 2000), seorang psikoterapis yang mengembangkan logotherapy, yaitu teknik terapi yang mengarahkan klien menentukan
makna hidupnya. Lalu, apa salahnya mengejar kebahagiaan?
Logotherapy
berasal dari kata Logos (yunani), yang artinya meaning (makna) dan spirituality
(kerohanian). Logotherapy mengakui
adanya dimensi kerohanian dan memanfaatkannya untuk mengembangkan hidup yang
bermakna. Logotherapy disebut juga
sebagai Therapy through Meaning atau Health through Meaning (Christia, 2011).
Logotherapy dikembangkan oleh Victor
Frankl yang beraliran eksistensial. Frankl adalah psikiater yang ditangkap oleh
tentara Nazi. Istri dan anaknya terbunuh, sedangkan hanya dirinya sendiri yang
selamat. Dari penderitaan yang ia rasakan di perkemahan Nazi tempat dirinya
ditangkap, kemudian ia membuat sebuah teori mengenai makna hidup. Bukunya
berjudul ‘Message of Meaning’.
Menurut Frankl terdapat dua tipe manusia, yaitu manusia yang seperti babi dan
manusia yang baik. Manusia yang seperti babi, akan mengorbankan orang lain,
bahkan temannya sendiri saat sedang berada dalam situasi sulit. Sebaliknya
manusia yang baik, akan menolong orang lain walaupun dirinya sendiri kesulitan
dan selalu melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Dasar pandangan terapi ini adalah dari
filsafat eksistensial. Filsafat eksistensial berkaitan dengan eksistensi
manusia di dunia ini, seperti bagaimana manusia melihat hidupnya ke depan. Christia
(2011) mengatakan Logotherapy berpandangan
bahwa makna hidup (the meaning of life)
dan hasrat untuk hidup bermakna (the will
to meaning) merupakan motif asasi manusia. Uang, kekuasaan, dan lain-lain
adalah makna hidup yang semu. Logotherapy terkadang disebut aliran ketiga dalam
terapi psikis, aliran yang lainnya adalah analisis kejiwaan (Freud) dan
psikologi individual (Adler). Mereka berbeda dalam analisis kejiwaan yang fokus
pada tekad kesenangan, psikologi individual fokus pada tekad kekuatan dan logotherapy fokus pada tekad makna.
Menurut
Kimble dan Ellor (2000) logotherapy
bertentangan dengan terapi lainnya terkait dengan tujuan terapi. Frankl (dalam
Kimble dan Ellor, 2006) mengatakan bahwa tujuan terapi psikoanalisis adalah
mencapai persetujuan yang dapat diterima antara tuntutan alam bawah sadar dan
kenyataan yang diperoleh. Tujuan terapinya adalah menyesuaikan individu pada
orang-orang yang berada disekitarnya. Pada psikologi individual lebih ambisius
dan penuh harapan. Mendasarkan pada penyesuaian, yang menuntut kesabaran dalam
membentuk ulang kenyataan. Berbeda dengan logotherapy
yang memiliki tujuan untuk pemenuhan individu, melalui dimensi lain yang
membuat individu keluar dari lingkaran kehidupan yang terbukti tidak dapat
diubah. Situasi kehidupan yang terbukti kaya akan makna dan pemenuhan diri
(Kimbley dan Ellor, 2006).
Kodrat/ Hakikat Manusia
Berikut ini merupakan beberapa pandangan logotherapy terhadap manusia :
1. Menurut Frankl manusia merupakan
kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan
dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
2. Frankl menyatakan bahwa manusia
memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan
kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logotherapy tidak mengandung konotasi
keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology,
agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic
sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami
sebagai konsep agama.
3. Dengan adanya dimensi noetic ini
manusia mampu melakukan self-detachment,
yakni dengan sadar mengambil jarak
terhadap dirinya. Serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
4. Manusia adalah makhluk yang terbuka
terhadap dunia luar serta senantiasa
berinteraksi dengan sesama manusia
dalam lingkungan sosial-budaya serta
mampu mengolah lingkungan fisik di
sekitarnya.
5. Dengan demikian, dalam pandangan logotherapy manusia adalah istimewa.
Menurut Christia (2011) kodrat manusia
terdiri dari:
1.
Manusia
adalah makhluk hidup yang terintegrasi dengan 3 dimensi dasar, yaitu:
a.
Somatic
Adalah
dimensi biologis, berkaitan dengan faktor herediter dan konstitusional (hormon
dan syaraf).
b.
Mental
Adalah
dimensi proses psikologis.
c.
Spiritual
Adalah
dimensi non-logical yang seringkali
diabaikan di bidang psikologi dan psikiatri. Dimensi spiritual ini dipentingkan
dalam logotherapy.
2.
Adanya kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan
manusia dibatasi oleh kebebasan orang lain, sehingga kebebasan kita menjadi terbatas.
Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
adalah kebebasan dalam arti terbatas. Kebebasan harus disertai dengan tanggung
jawab.
3.
Adanya hati nurani.
Hati nurani adalah organ untuk menentukan
makna, yang ditunjukkan dengan adanya Wiil
to Meaning. Hati
nurani memiliki keaslian dalam ketidaksadaran spiritual dan dibandingkan secara
individual dengan insting. Hati nurani dideskripsikan sebagai ’insting etika’
dan memiliki kualitas luar biasa.
4.
Membedakan manusia dengan hewan.
5.
Manusia sebagai makhluk spiritual tidak
akan sakit, yang sakit adalah dimensi somatik dan psikologis. Kita memiliki
spiritualitas yang membuat kita dapat menyikapi berbagai masalah, membuat kita
peduli dengan orang lain dan membuat kita menjadi benar. Dasar kehidupan manusia akhirnya adalah
tidak sadar. Terdapat perbedaan diantara ketidaksadaran spiritual dan
instingtual. Freud menganggap ketidaksadaran sebagai insting yang tertindas.
Nilai Kehidupan
Kehidupan memiliki makna dalam keadaan
apapun, termasuk dalam penderitaan. Manusia memiliki kehendak untuk hidup
bermakna yang merupakan motivasi utama dalam hidup. Jadi kehendak hidup
bermakna (The Will to Meaning) adalah
motivasi dasar manusia. Hal ini tertuju pada hal-hal di luar diri, tidak self-centered (Christia, 2011). Maka
dari itu hidup yang bermakna adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
Makna Hidup (The
Meaning of Life)
Makna hidup merupakan sesuatu yang penting,
benar, dan didambakan oleh setiap orang. Makna hidup ditemukan dalam kehidupan,
termasuk penderitaan (rasa salah, sakit, kematian). Makna hidup itu khas/unik,
personal (benar untuk orang tertentu, belum tentu benar untuk orang yang lain),
spesifik, dan konkret. Makna hidup bisa berubah (temporer), yaitu ada jangka
panjang dan jangka pendek, namun ada makna hidup yang mutlak dan universal.
Makna hidup tak dapat diberikan oleh siapapun, tetapi harus ditemukan sendiri.
Tujuan hidup terkandung di dalam makna
hidup. Makna dalam praktiknya tampil sebagai nilai (value): belief preskriptif atau belief yang memandu dan mengarahkan tingkah laku. Pada dasarnya
makna hidup adalah hal yang bernilai atau baik. Makna hidup adalah nilai
terminal karena mengandung tujuan hidup (Christia, 2011). Kita tidak akan pernah menghindar dari
tugas memilih diantara kemungkinan-kemungkinan. Banyak orang mengabaikan masa
lalu mereka sebagai sumber makna di kehidupan mereka, padahal mengindetifikasi
sumber makna di masa lalu dapat memberi makna di masa sekarang. Makna hidup itu
harus dicari oleh manusia, di dalam makna tersebut tersimpan nilai-nilai yaitu
: (1) nilai kreatif, (2) nilai pengalaman, dan (3) nilai sikap. Dengan dorongan
untuk mengisi nilai-nilai itu maka kehidupan akan lebih bermakna. Makna hidup
yang diperoleh manusia akan meringankan beban atau gangguan kejiwaan yang
dialaminya.
Sumber Makna Hidup
Selama kita mampu melihat hikmah di
setiap keadaan maka makna hidup mungkin saja dapat ditemukan dalam keadaan
penderitaan. Dalam kehidupan ini terdapat beberapa bidang kegiatan yang secara
potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang dapat menemukan
makna hidupnya apabila nilai-nilai tersebut dipenuhi. Sumber
makna hidup menurut Frankl (dalam Christia, 2011) ada tiga macam, yaitu:
1.
Creative
Values
Terdiri dari berkarya, bekerja, mencipta,
dan melaksanakannya dengan baik karena mencintai kegiatan itu. Melalui karya dan kerja kita dapat
menemukan makna hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Namun,
pekerjaan hanyalah sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan
mengembangkan makna hidup, sehingga makna hidup tidak terletak pada pekerjaan
tetapi lebih tergantung pada individu yang bersangkutan.
2.
Experiental
Values
Terdiri dari meyakini dan menghayati: kebenaran,
keyakinan, keindahan, cinta kasih dan keimanan.
3.
Attitudinal
Values
Yaitu mengambil sikap tepat atas pengalaman
tragis yang tak terhindarkan lagi. Jadi,
menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan kebenaran akan segala bentuk-bentuk
penderitaan. Dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya tetapi sikap yang
diambil dalam menghadapi keadaan itu.
Tujuan Logotherapy
Menurut Semiun (2006) tujuan logotherapy menyangkut beberapa hal.
Terapis pertama-tama harus memperlebar dan memperluas medan visual dari klien
sehingga seluruh spektrum makna dan nilai-nilai disadari dan kelihatan olehnya.
Dengan demikian usaha klien untuk berpusat pada dirinya sendiri dipecahkan
karena ia dikonfrontasikan dan diarahkan kepada makna hidupnya. Pemenuhan diri
sendiri hanya bisa tercapai sejauh manusia telah memenuhi makna konkret dari
keberadaan pribadinya.Terapis juga membantu pengalaman individual yang nyata
(real) dari klien sehingga ia dapat mengikuti potensi-potensinya dan melampaui
keadaan-keadaan yang tidak wajar.
Akhirnya terapis harus membantu klien
menghilangkan kecemasan dan neurosis kompulsif eksesif. Terapis harus mengingat
bahwa logotherapy bukan treatment simtomatik terhadap neurosis,
melainkan menangani sikap klien terhadap simtom-simtom. Jadi, seseorang dengan
gangguan fisik tetap bertanggung jawab terhadap sikap spiritual atau sikap
eksistensialnya terhadap keadaannya (semiun, 2006).
Menurut Kimble dan Ellor (2000) tujuan logotherapy dengan kata lain untuk
menstimulasi kehendak untuk hidup bermakna. Frankl (dalam Kimble dan Ellor,
2000) menemukan bahwa manusia itu berorientasi pada makna hidup dan pencarian
makna hidup disekelilingnya. Kehendak untuk mendapatkan kenikmatan dan kehendak
untuk mendapatkan kekuasaan terdorong dan terarahkan dari kehendak untuk
memiliki hidup yang bermakna (Kimble dan Ellor, 2000).
Secara ringkas, Logotherapy bertujuan agar masalah yang dihadapi klien, bisa
ditemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu
klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut. Ada pun
tujuan dari logotherapy adalah agar
setiap pribadinya, yaitu:
1. Memahami adanya potensi dan sumber daya
rohaniah yang secara universal
2. Ada pada setiap orang terlepas dari
ras, keyakinan dan agama yang dianutnya.
3. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi
itu sering ditekan, terhambat
dan diabaikan bahkan terlupakan.
4. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk
bangkit kembali dari penderitaan.
5. Agar mampu tegak, kokoh menghadapi
berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup
yang lebih bermakna.
Langkah-langkah dalam Proses Terapi
Langkah-langkah dalam proses terapi menurut Semiun (2006),
adalah sebagai berikut:
1. Menghadapi Situasi tersebut
Diagnosis yang tepat merupakan langkah
pertama dalam terapi dan merupakan sesuatu yang penting. Seluruh gangguan fisik
klien merupakan faktor-faktor fisik, psikologis, dan spiritual. Tidak ada
neurosis somatogenik, psikogenik, atau noogenik saja. Tujuan diagnosis adalah
menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi faktor manakah yang
dominan. Apabila faktor fisik yang dominan, maka kondisi itu disebut psikosis,
dan apabila faktor psikologis yang dominan maka kondisi tersebut adalah
neurosis. Sebaliknya apabila faktor spiritual yang dominan maka kondisi
tersebut adalah neurosis noogenik.
2. Kesadaran akan Simtom
Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis
psikogenik, logotherapy diarahkan
bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap klien
terhadap simtom-simtom tersebut.dalam mengubahh sikap klien terhadap
simtom-simtom-simtom itu, logotherapy benar-benar
merupakan suatu terapi personalitik.
3. Mencari Penyebab
Logotherapy adalah suatu terapi khusus bagi
frustasi eksistensial (kehampaan eksistenasial) atau frustasi terhadap
keinginan akan makna. Kondisi-kondisi ini jika menghasilkan simtom-simtom
neurotik, maka disebut neurosis noogenik.
Logotherapy berurusan dengan penyadarab manusia
terhadap tanggung jawabnya karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki
bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab berarti kewajiban, dan kewajiban
tersebut hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan makna, yakni makna hidup.
Jadi, logotherapy berkenaan dengan makna dalam berbagai aspek dan
bidangnya. Makna keberadaan itu dapat berupa makna hidup dan mati, makna
pendeitaan, makna pekerjaan dan makna mati.
4. Menemukan Hubungan antara Penyebab dan
Simtom
Neurosis kecemasan dan keadaan fobia
ditandai oleh kecemasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakutu klien.
Terjadinya kondisi tersebut kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang
mengakibatkan lingkaran setan sehingga sehingga klien menghindar atau menarik
diri dari situasi-situasi tersebut, di mana ia merasakan bahwa kecemasannya
akan terjadi. Dalam kasus-kasus yang menyangkut kecemasan antisipatori, teknik logotherapy yang disebut intensi
paradoksikal (paradoxical intention)
sangat berguna.
Sebaliknya, perhatian dan observasi
diri yang berlebih-lebihan ditangani dengan teknik logotherapy lain, yakni derefleksi (dereflexion). Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan
untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang
terlepas dari dirinya.
Di lain pihak, klien yang mengalami
kasus yang tidak bisa disembuhkan dan nasib buruk yang tidak dapat diubah, maka
perhatian klien diarahkan kepada unsur rohani dan di dorong supaya klien
menemui nilai bersikap. Teknik logotherapy
ini dinamakan bimbingan rohani (spiritual
ministry).
Peranan dan Kegiatan Terapis
Menurut Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan
terapis dapat dikemukakan secara singkat di bawah ini.
1. Menjaga hubungan yang akrab dan
pemisahan ilmiah.
Terapis pertama-tama harus menciptakan
hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni
hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien
sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).
2. Mengendalikan filsafat pribadi
Maksudnya adalh terapis tidak boleh
memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy digunakan untuk menangani masalah-masalah yang
menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup
yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya.
3. Terapis bukan guru atau pengkhotbah
Terapis adalah seorang spesialis mata
dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada klien untuk melihat dunia
sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana
ia sendiri melihatnya.
4. Memberi makna lagi pada hidup
Salah satu tujuan logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya.
Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan
tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini
memberi makna pada kepada hidupnya.
5. Memberi makna lagi pada penderitaan
Di sini, terapis harus menekan bahwa
hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau
memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami
kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.
6. Menekankan makna kerja
Tugas terapis adalah memperlihatkan
makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang
yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup dipikul oleh setiap orang
dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini dilakukan bukan dengan
perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan tanggung jawab timbul dari
kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.
7. Menekankan makna cinta
Tugas terapis adalah menuntut klien
untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual
dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua
keunikan dan keistimewaannya.
Teknik Logotherapy
Frankl dengan logotherapy-nya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga
teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Menurut Semiun
(2006) teknik-teknik logotherapy yang
terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.
a.
Intensi Paradoksikal
Teknik
intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang
paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak
mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindarinya atau
melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan
pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial.
Menurut logotherapy disebut antagonisme
psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau
memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
Teknik ini
diarahkan pada penghapusan gejala melalui cara yang paradoks, yakni meminta
kepada klien agar ia dengan sengaja menampilkan gejala yang dialaminya, tetapi
dengan melebih-lebihkan dan mengejek atau berhumor atas gejala itu. Landasan
dari intensi paradoksikal ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap
dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri
sendiri berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor. Frankl
(dalam Semiun, 2006) mengemukakan bahwa humor tehadap diri sendiri atau
menertawakan gejala-gejalanya sendiri bagi individu memiliki pengaruh kuratif.
b.
Derefleksi
Frankl
(dalam Semiun, 2006) percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal
dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan
perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain,
persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut,
klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian
pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
c.
Bimbingan Rohani
Bimbingan
rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus
dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau
dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat
selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan
nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam
rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.
Penanganan Kasus-Kasus
Berikut ini akan dikemukakan dua
kasus konkret yang ditangani dengan teknik-teknik logotherapy. Kasus ini dikutip dari buku karangan Semiun (2006).
Kasus Insomnia
Seorang pria bernama Rudi
(nama samaran) selalu tidak bisa tidur dan sampai sekarang sudah berlangsung
selama 4 bulan. Ia dihinggapi banyak pikiran yang kalut terutama takut akan
gagal dalam percintaannya dengan seorang pemudi yang sangat dicintainya. Mereka
sudah lama bertunangan, tetapi pada waktu ia mamu menyatakan niatnya untuk
menikah, pacarnya selalu menunda 2 tahun lagi karena kuliahnya belum selesai
dan sekarang ia masih sibuk menulis skripsi. Disamping itu, Rudi juga sibuk
menyelesaikan usahanya yang baru karena ia ingin berwiraswasta setelah ia tidak
lagi bekerja di salah satu perusahaan di Singapura. Ia ingin cepat-cepat
menikah sehingga tidak usah pulang ke indonesia lagi kaena orang tua dan
istrinya bisa bersama-sama pindah ke singapura. Kiranya masalahnya itu sudah
diatasinya sendiri karena ia telah mengambil keputusan untuk berwiraswasta di
Indonesia saja dan memutuskan hubungan kerja di Singapura. Hal ini tidak
menjadi masalah baginya, dan sekarang ia menjalankan wiaswasta di bidang
industri kecil yang memberikan harapan yang baik di masa depan karena apa yang
diusahakannya itu akan dipasarkan di singapura. Di samping itu, ia beranggapan
bahwa baiya hidup di Singapura mahal, sedangkan di Indonesia relatif murah.
Alasan dari pacarnya itu dapat dimakluminya juga, tetapi ia dihinggapi
kecemasan jangan-jangan ia memiliki selingkuhan. Kecemasan tersebutlah yang
membuatnya tidak bisa tidur.
Ilustrasi kasus diatas dapat
ditangani dengan logotherapy, yaitu
menggunakan teknik derefleksi.
Kasus Kehampaan
Eksistensial
Terdapat seorang janda
yang bernama Maulina (nama samaran), seorang wanita berusia 30 tahun, dan
seorang karyawan di salah satu perusahaan. Ia memiliki dua anak. Ia
ditinggalkan oleh suaminya karena suaminya sakit. Menurut Maulina, kariernya
sangat baik dan kehidupan rumah tangganya pun berjalan mulus waktu suaminya
masih hidup. Ketika suaminya meninggal, ia merasa hidupnya sama sekali tidak
bergairah dan kehilangan makna. Setiap bertemu dengan laki-laki. Ia selalu
menanyakan kepada dirinya sendiri mengapa laki-laki itu tetap hidup,
sedangkan suaminya meninggal. Setelah
suaminya meninggal, ia hidup bersama dua orang pembantu rumah tangga, sedangkan
kedua anaknya dititipkam di Pantu Asuhan. Ia sama sekali tidak mengkhwatirkan anaknya,
karena kepala panti asuhan tersebut adalah kakak sulungnya yang diminta untuk
memperhatikan kedua anaknya. Menurutnya,
di panti asuhan
lebih baik karena sekolah
mereka terjamin dan pendidikan mereka lebih baik daripada mereka tinggal di
rumah. Ibunya menyuruhnya untuk menikah lagi, tetapi ia tidak mau. Tidak ada
seorang laki-lakipun yang dapat menggantikan suaminya.
Pertemuan terapis dengan Maulina terjadi
sebanyak empat kali, dan dalam pertemuan itu terapis menerapkan teknik
bimbingan rohani dengan mengkonfrontasikan kewajibannya sebagai seorang ibu dari
kedua anaknya yang sudah yatim dan pada makna cinta.
Kesimpulan
Menurut
Widyarini (2000) logotherapy mengajarkan
bahwa ada tiga jalan yang dapat ditempuh seseorang untuk menemukan makna hidup.
Pertama, melalui karya atau tindakan (yang didedikasikan bukan hanya untuk diri
sendiri). Kedua, melalui pengalaman atau mengenal seseorang, dalam cinta. Ketiga,
yang terpenting, dengan mengubah tragedi menjadi kemenangan. Langkah ketiga ini
berkaitan dengan optimisme, bahwa hidup memiliki potensi untuk memiliki makna
apapun kondisinya.
“Those who have a why to live for can withstand
any how.”
(Apabila kita mengetahui apa tujuan
hidup kita, maka kita dapat mengatasi kehidupan/masalah ke depannya.)
-Victor
Frankl-
Daftar Pustaka
Christia, Mellia.
(2011). Meraih Hidup Bermakna. Seminar.
Universitas Indonesia: Depok.
Kimble, A Melvin,
dan Ellor, W James. (2000). Logotherapy: An Overview. Journal of Religious Gerontology. Vol. 11.
Semiun, Yustinus.
(2006). Kesehatan Mental 3. Ebook.
Yogyakarta: Kanisius
Widyarini, Nilam
M.M. (2000). PsikologiPopuler: Kunci
Pengembangan Diri. Ebook. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.