Multikulturalisme
Definisi Multikulturalisme
Secara
etimologis, multikultural berasal dari kata multi, yang artinya banyak/beragam
dan kultural, yang berartikan budaya. Keragaman budaya, itulah arti dari
multikultural. Keragaman budaya mengindikasikan bahwa terdapat berbagai macam
budaya yang memiliki ciri khas tersendiri, yang saling berbeda dan dapat
dibedakan satu sama lain. Paham atau ideologi mengenai multikultural disebut
dengan multikulturalisme. Mengacu pada wikipedia (2012), multikulturalisme memiliki
beberapa definisi sebagai berikut:
Multikulturalisme pada dasarnya adalah
pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan
kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas,
dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme
dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam
kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu
pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu
penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum,
dikutip Lubis, 2006:174)
Multikulturalisme mencakup gagasan,
cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara,
yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai
cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai
kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007,
mengutip M. Atho’ Muzhar).
Berdasarkan pendapat para tokoh
diatas, dapat disimpulkan bahwa multikulturalisme adalah suatu paham/ideologi
mengenai pemahaman, penerimaan dan penghargaan terhadap realitas keragaman,
pluralitas, terhadap berbagai macam budaya yang ada di dunia ini. Jadi, multikulturalisme
adalah paham/pandangan yang tidak menjadikan berbagai macam budaya yang saling
berbeda satu sama lain sebagai sesuatu
yang harus didiskriminasikan. Melainkan menjadikan perbedaan tersebut sebagai
sesuatu yang unik, yang dapat dipelajari, diterima, dan dihargai.
Multikulturalisme vs Bhineka Tunggal Ika
Masyarakat multikultural adalah suatu
masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala
kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem
arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A
Multicultural society, then is one that includes several cultural communities
with their overlapping but none the less distinc conception of the world,
system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs
and practices” (Parekh, dalam wikipedia, 2012). Multikulturalisme yang
terbentuk di Indonesia pada dasarnya merupakan akibat dari kondisi
sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi
geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni
oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat
tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Hal ini
menyebabkan keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep
multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang
berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional
yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih
terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di
masyarakat, hal ini terjadi karena kebanyakan masyarakat Indonesia belum
memahami apa itu konsep multikulturalisme dan tiap sukunya memiliki identitas
diri yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan tiap suku saling mempertahankan
budayanya sendiri dan membentuk perisai bagi suku lain sehingga kurang
terbentuknya ikatan sosial antar suku yang satu dengan suku yang lain. Sebagai
contoh, orang Aceh yang tinggal di pulau Jawa kemudian menjadi pengusaha sukses
akan cenderung memilih dan menerima pegawai yang merupakan orang Aceh walaupun
ketrampilannya kurang (jauh di bawah)
orang Jawa yang juga melamar pekerjaan di perusahaan tersebut.
Fenomena tersebut
terjadi karena sesama masyarakat Aceh memiliki ikatan/ hubungan emosional yang
sangat kuat serta kecenderungan untuk mempertahankan identitas yang tinggi. Hal
seperti inilah yang membuat masyarakat Indonesia mudah dipecah belah, mudah diadu
domba, mudah di rusak, karena pada diri setiap masyarakat Indonesia belum
memiliki rasa identitas yang kuat sebagai masyarakat indonesia, belum memiliki
kedekatan/ikatan emosional dengan sesama masyarakat indonesia. Mereka hanya
memiliki identitas yang kuat dan ikatan emosional antar sesama suku mereka
(misal antar orang Jawa dengan orang Jawa), bukan antar suku Jawa dengan suku lainnya. Dari
fenomena ini terlihat bahwa dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia, ternyata
beberapa masyarakat dari tiap sukunya belum dapat memahami, menerima, dan
menghargai suku lainnya yang berbeda darinya. Padahal mereka berada dalam satu
nama, satu wilayah, satu bangsa, satu bahasa, yaitu Indonesia.
Sayur Asem vs Kopi Susu
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Dr.
Sarlito Wirawan Sarwono (seorang guru besar UI) dari koran Sindo yang saya baca,
beliau mengulas sesuatu yang menarik yang berkaitan dengan budaya. Seperti yang
kita ketahui bahwa negara Amerika Serikat, dulunya merupakan sebuah daratan
yang tidak berpenghuni yang ditemukan oleh Christoper Colombus. Awalnya disana terdapat beberapa suku Indian (suku asli yang
ada di daratan tersebut) yang pada akhirnya mereka semua terbunuh. Setelah itu
berbagai macam orang dari berbagai negara dan budaya pindah ke daratan
tersebut. Orang Inggris, Belanda, Afrika, Asia, dan lain-lain beberapa
diantaranya pindah ke daratan kosong tersebut yang sekarang dikenal dengan nama
Amerika Serikat. Hal itu membuat negara tersebut dihuni oleh berbagai macam
orang dari budaya yang berbeda-beda.
Namun
uniknya, negara Amerika Serikat memiliki masyarakat yang sangat kuat
identitasnya sebagai warga negara Amerika, mereka memiliki rasa kesatuan yang
kuat sebagai orang Amerika, bukan lagi sebagai orang Belanda, Inggris, Afrika
ataupun Asia walaupun mereka dulu berasal dari salah satu negara tersebut. Istilah
untuk fenomena tersebut adalah melting
pot, yaitu meleburnya berbagai macam budaya menjadi satu kesatuan, yang
memiliki satu identitas. Seperti halnya negara Amerika yang terdiri dari
orang-orang dari berbagai macam budaya yang berbeda, yang kemudian melebur
menjadi satu kesatuan yaitu sebagai warga negara Amerika.
Fenomena
tersebut dianalogikan oleh Dr. Sarlito
Wirawan Sarwono seperti kopi susu. Kopi susu terdiri dari 4 unsur yaitu air,
gula , kopi dan susu. Ketika keempat unsur tersebut dicampur akan menjadi kopi
susu yang ketika diminum tidak terasa lagi yang mana kopinya, mana susunya,
yang mana gula atau airnya, artinya kopi susu merupakan suatu rasa yang khas.
Ketika keempat unsur (air, gula, kopi, dan susu) yang merupakan satu kesatuan
yang berbeda dicampur menjadi satu, menjadi sebuah kopi susu, maka kita tidak
akan dapat lagi menemukan masing-masing unsurnya. Hal itulah yang terjadi di
Amerika Serikat. Negara Amerika yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari
negara dan budaya yang berbeda-beda, memunculkan suatu perasaan identitas dan
kesatuan yang kuat sebagai warga negara Amerika. Tidak terlihat lagi yang mana
orang Inggris, Belanda, Jerman, Afrika, ataupun Indonesia disana, yang terlihat
adalah mereka semua sebagai orang Amerika.
Hal
tersebut mencerminkan Bhineka Tunggal Ika yang baik, yaitu meski berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Mereka merasa menyatu, memiliki ikatan emosional yang
erat walaupun tadinya mereka berasal dari negara yang saling berbeda. Rasa
kesatuan yang dimiliki bukan hanya karena mereka berada dalam suatu
wilayah/negara yang sama, melainkan mereka telah menganggap satu sama lain
sebagai saudara atau sesama warga negara Amerika. Bhineka Tunggal Ika di
Indonesia sangat berbeda sekali dengan yang ada di Amerika.
Suku di Indonesia |
Bhineka
Tunggal Ika versi Indonesia dianalogikan
oleh beliau seperti sayur asem. Jika tadi di Amerika seperti halnya kopi susu,
yang sudah menjadi satu, tidak terlihat lagi masing-masing berasal dari negara
mana, yang ada hanya warga bernegaraan Amerika, kalau di Indonesia seperti
halnya sayur asem. Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam sayur asem terdapat
jagung, melinjo, labu, nangka, kacang-kacangan, dan daun-daunan. Masing-masing
unsur tersebut berada dalam satu mangkok yang bernama sayur asem, namun
masing-masing unsur masih dapat terlihat dan memiliki rasa khasnya
masing-masing.
Dalam
semangkok sayur asem, jagung memiliki rasa khasnya tersendiri, begitu pula kita
masih dapat merasakan labunya, nangkanya, melinjo, maupun daun-daunan yang
masing-masing ketika di makan memiliki rasa yang berbeda satu sama lain. Hal ini
seperti Bhineka Tunggal Ika yang ada di Indonesia, walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu. Namun di Indonesia, perbedaan-perbedaan tersebut masing-masing
tetap kuat. Orang Jawa dengan budayanya yang halus, lembut dan memiliki wayang
sebagai seni khas budayanya. Orang Aceh yang gigih, berbicara dengan suara yang
lantang, dan memiliki masakan padang sebagai makanan khasnya.
Rasa
identitas yang kuat di masing-masing suku yang ada di Indonesia, dan merasa lebih
bangga sebagai warga yang mewakili sukunya tersebut daripada menjadi warga yang
mewakili negara Indonesia, menjadikan bangsa Indonesia terlihat kurang erat. Maka
dari itu tidak heran jika banyak orang asing (orang luar) yang ingin mengadu
domba atau memecah belahkan bangsa Indonesia. Masyarakat Eropa atau Asia sudah mengetahui
kelemahan dari bangsa indonesia ini, dimana masing-masing masyarakatnya sangat rentan/rapuh
jika sudah memasuki hal-hal yang berkaitan dengan etnis. Namun, antara Indonesia
yang seperti sayur asem maupun Amerika yang seperti kopi susu, memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing.
Sejarah Multikulturalisme
Sejarah
mengenai multikulturalisme ini mengacu pada wikipedia (2012). Multikulturalisme
bertentangan dengan monokulturalisme
dan asimilasi yang telah menjadi
norma
dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19.
Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif. Sementara itu, asimilasi
adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang
berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah
kebudayaan baru.
Multikulturalisme mulai dijadikan
kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking
countries), yang dimulai di Afrika pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota
Uni Eropa,
sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan,
sejumlah negara Eropa, terutama Inggris dan Perancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan
multikulturalisme. Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek
debat di Britania Raya dan Jerman, dan
beberapa negara lainnya.
Berbagai macam pengertian dan
kecenderungan perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang
diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185)
membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, dalam wikipedia, 2012) meringkas
uraian Parekh:
1.
Multikulturalisme isolasionis,
mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup
secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat
yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi
tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan
menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara
kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan
dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak
menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara
Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural
dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality)
dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik
yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah
untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan
suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif,
yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu
terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih
membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan
perspektif-perspektif distingtif mereka.
5.
Multikulturalisme kosmopolitan,
berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah
masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu
dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural
dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas maka dapat saya simpulkan bahwa memahami multikulturalisme
itu sangatlah penting. Selain kita dapat memahami, menerima dan menghargai
keragaman budaya yang ada, kita juga dapat memperkuat ikatan emosional antar
suku dari budaya yang berbeda. Dengan menerima adanya keragaman budaya, kita
tidak lagi memandang perbedaan budaya menjadi sesuatu yang ‘berbeda’ melainkan
menjadikan perbedaan tersebut sebagai keragaman untuk memperkaya budaya.
Indonesia sebagai negara
kepulauan yang terdiri dari banyak suku yang memiliki ciri khasnya
masing-masing serta rasa identitas yang kuat, menjadikan bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang kaya akan budaya. Mungkin jika Indonesia seperti halnya
Amerika yang semua budaya di dalamnya melebur menjadi satu kesatuan, akan
menjadi negara yang miskin budaya. Indonesia dapat menjadi negara yang unggul dari
kekayaan budaya yang dimilikinya. Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia ini
merupakan hasil dari rasa identitas yang kuat dari tiap suku yang ada di
Indonesia.
Daftar
Pustaka
Sarwono, Wirawan Sarlito. (2012). Kopi Susu. Seputar Indonesia, Hal. 1. Tanggal 2
Desember 2012
Pratama,Putra.(2008).MakalahMultikulturalisme.http://my.opera.com/Putra%20Pratama/blog/show.dml/2743875.
Diakses tanggal 24 desember 2012
Anonim. (2012). Multikulturalisme. http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme.
Diakses tanggal 24 desember 2012.