Sabtu, 22 Desember 2012

Akulturasi Psikologi



Psychology Acculturation


  
Definisi
Psychology Acculturation atau yang dalam bahasa indonesia disebut sebagai Akulturasi Psikologi adalah istilah yang pertama kali dikemukakan oleh Graves. Graves melakukan banyak studi dan penelitian tentang Psychology Acculturation. Beliau yang petama kali mendefinisikannya. Menurut Graves (dalam Flannery, 2001) Akulturasi Psikologis didefinisikan sebagai proses adaptasi individu terhadap suatu budaya baru. Lebih lanjut Graves (dalam berry dan Safdar, 2007) mengatakan bahwa akulturasi psikologis merupakan perubahan pada individu yang berpartisipasi dalam situasi kontak budaya yang dipengaruhi oleh budaya dominan dan budaya non-dominan dimana individu menjadi anggotanya. Sedangkan Berry (dalam Dees, 2006) mengartikannya sebagai proses dimana individu mengalami perubahan, baik karena dipengaruhi oleh adanya kontak dengan budaya lain, serta karena berpartisipasi dalam perubahan akulturatif umum yang berlangsung dalam budaya mereka sendiri. Ia juga mengatakan bahwa untuk menyadari akulturasi psikologi pada individu, kita perlu mempertimbangkan perubahan psikologis yang dilalui oleh individu dan peristiwa-peristiwa adaptasi mereka pada situasi baru. Sedangkan pandangan Dees (2006) yang berlawanan dengan pendapat Berry, mengasumsikan bahwa Akulturasi Psikologi lebih meneliti dampak dari hubungan antar budaya pada tingkat individu bukan terfokus pada tingkat perubahan yang terjadi pada individu dari kelompok budaya yang berbeda. Dari berbagai pendapat tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa Akulturasi psikologi (Psychology Acculturation) adalah perubahan perilaku serta identitas yang terjadi pada individu sebagai dampak dari adanya hubungan (kontak) antar budaya.

Teori
Terdapat dua alasan untuk membedakan tingkat budaya dan psikologis. Pertama, dalam psikologi lintas budaya kita memandang perilaku individu sebagai interaksi dengan konteks budaya yang terjadi (Berry, Poortinga, Segall dan Dasen dalam Berry dan Safdar, 2007). Kedua, tidak setiap individu masuk, berpartisipasi atau berubah dengan cara akulturasi yang sama. Terdapat perbedaan individu yang besar dalam  akulturasi psikologis, walaupun diantara individu yang  memiliki budaya yang sama dan tinggal dalam wilayah akulturatif yang sama (Sam dan Berry dalam Berry dan Safdar, 2007). Mengacu dengan pernyataan Berry dan Safdar tersebut maka dapat dikatakan bahwa dalam akulturasi psikologis, dampak yang ditimbulkan dari adanya kontak antar budaya (budaya asli dengan budaya luar) tidak hanya berupa perubahan tetapi juga dapat berupa perilaku mempertahankan budaya asli. Ketika individu dihadapkan pada fenomena perubahan budaya dalam kelompoknya sebagai akibat masuknya budaya luar, maka pada individu tersebut akan terjadi akulturasi psikologis. Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Berry (dalam Matsumoto dan Juang, 2008) serta pada Berry (2005), Individu akan melakukan salah satu strategi akulturasi yang terdiri dari empat macam yaitu:
1.    Intergrasi (integration)
Yaitu individu tetap mempertahankan budaya asli mereka tetapi individu juga ingin berpartisipasi terhadap budaya luar yang masuk ke dalam budaya mereka. Baik budaya asli dan budaya luar diterima oleh individu. Nilai-nilai budaya asli tetap dipertahankan dan nilai-nilai budaya luar juga ikut diadopsi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Salah satu perubahan yang terjadi, misalnya mereka dapat berbicara dua bahasa atau lebih.
2.    Asimilasi (assimiliation)
Yaitu individu hilang kontak (tidak memiliki kontak) dengan budaya asli mereka tetapi individu lebih memilih mengadakan kontak dengan budaya luar. Jadi, individu menolak budaya asli mereka dan secara menyeluruh mengasimilasi budaya luar. Terjadi perubahan dalam perilaku mereka, yaitu mengikuti nila-nilai budaya luar. Mereka mengurangi interaksi dengan orang-orang dari budaya asli mereka, mereka berbicara menggunakan bahasa dari budaya luar ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang dari budaya asli mereka sendiri.
3.    Separasi (separation)
Yaitu individu mempertahankan nilai-nilai budaya asli mereka dan menolak nilai-nilai budaya luar yang masuk. Individu hanya mengadakan interaksi dengan budaya asli mereka tetapi tidak mengadakan interaksi dengan budaya luar. Jenis ini merupakan kebalikan dari asimilasi. Individu tersebut menggunakan bahasa asli mereka dalam berinteraksi dengan orang-orang dari budaya luar serta dari budaya mereka sendiri.
4.    Marginalisasi (marginalization)
Yaitu individu memutuskan untuk menolak budaya asli dan budaya luar. Individu tidak mempertahankan budaya asli mereka tetapi juga tidak menerima budaya luar. Maka dari itu, tidak terjadi perubahan dalam diri individu yang disebabkan oleh budaya luar, tetapi individu juga tidak berusaha mempertahankan budaya asli mereka.
Keempat macam strategi akulturasi tersebut dapat diperjelas dengan gambar di bawah ini, dimana tiap strategi bergantung kepada kelompok mana yang dipertimbangkan. 





Dampak Akulturasi Psikologi di Indonesia


Berdasarkan penjabaran diatas, dapat terlihat bahwa strategi akulturasi yang terjadi di Indonesia adalah asimilasi, yaitu kebanyakan individu menolak budaya asli mereka dan secara menyeluruh mengasimilasi budaya luar. Pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia telah membuat perubahan yang besar terhadap perilaku, gaya hidup, bahasa, makanan, pakaian, dan lain-lain. Orang-orang indonesia cenderung mengagung-agungkan budaya barat dan melupakan budaya aslinya sendiri. Hanya sedikit masyarakat yang mempertahankan, menjaga dan melestarikan budaya asli indonesia, yang kebanyakan berasal dari golongan tua. Kebanyakan masyarakat indonesia dari remaja sampai dewasa mengalami perubahan karena masuknya budaya asing tersebut. Dimulai dari pakaian sampai pada gaya hidup. Tidak sedikit masyarakat indonesia yang menggunakan pakaian-pakaian terbuka, minim bahan, dan tidak senonoh yang merupakan fashion di negara barat. Selain itu, sekarang hampir tiap restoran dipenuhi dengan menu steak api, jarang sekali restoran yang menjual gado-gado, karedok, dan sebagainya. Kemudian banyak pula warga indonesia yang berbicara menggunakan bahasa inggris dengan sesama orang indonesia, baik itu para selebritis maupun para karyawan di kantor. Lalu gaya hidup, masyarakat indonesia terutama para golongan elit memiliki selera dan gaya hidup layaknya orang barat. Mulai dari desain rumah, perabotan rumah, sampai hampir pada tiap barang yang di beli dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya barat. Singkatnya, budaya luar (budaya barat) yang masuk ke indonesia membuat banyak perubahan dalam perilaku individu.    
 


Pengaruh Akulturasi Psikologi terhadap Kesehatan Mental

Pada tingkat individu kita perlu menyadari perubahan psikologis individu dalam semua kelompok, dan adaptasi mereka terhadap situasi baru. Beberapa penelitian menemukan bahwa strategi akulturasi berkaitan dengan kesehatan mental individu. Kesehatan mental bukan hanya satu dimensi saja dari kesehatan manusia secara keseluruhan. Ia juga merupakan dimensi yang berkaitan dengan kapasitas keberadaan manusia yang meliputi kapasitas dalam berpikir, dalam menetapkan hubungan interdependensi dengan individu lain, dalam berkarya, dalam menciptakan budaya dan menemukan makna dalam hidup. Dalam hal ini kesehatan mental merupakan hal yang penting dalam perkembangan dan kehidupan manusia secara sosial. Mengacu pada teori Berry mengenai strategi akulturasi, integration berkaitan dengan rendahnya tingkat stres, separation berperan pada stres psikosomatik (psychosomatic stress), assimilation memberikan peran pada munculnya stres psikologis (psychological stress) dan Marginalization meningkatkan prasangka (stereotipe).
Berry (dalam Pink, 2001), memperkenalkan model stres akulturatif (model of acculturative stress), yang menggambarkan pengaruh stresor yang kuat pada proses akulturasi. Model ini didasarkan pada model stres psikologis (model of psychological stress) dari Lazarus (1984) yang menjelaskan hubungan non-linier antara stresor dengan kesehatan. Proses akulturasi dimulai dari pengalaman dalam menangani (to cope) dua nilai budaya yang berbeda. Individu menilai nilai pada budaya yang baru sebagai hambatan atau tantangan. Proses akulturasi ini menyebabkan ketidakseimbangan pada individu sehingga memunculkan stres. Kesehatan mental bukan sekedar terbebasnya individu dari berbagai macam gangguan psikologis, tetapi lebih dari itu, kesehatan mental berkaitan dengan kapasitas dan kualitas dimana individu mampu beradaptasi dengan perubahan, manajemen situasi yang krisis, mendemonstrasikan hubungan yang bermakna dengan individu lain dan menikmati kehidupan (Almeida, 2001).
Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa kesehatan mental merupakan status keseimbangan dan harmoni pada internal psikis. Order maupun disorder adalah satu sistem yang terbuka sehingga menyebabkan keduanya bukan merupakan kutub yang berlawanan dalam satu kontinum, dimana yang satu merupakan kebalikan dari yang lain. Order dan disorder adalah dimensi dalam satu proses yang sama dengan hubungan yang sangat kompleks. Akhirnya kita melihat bahwa sehat dan sakit bukan merupakan hal dikotomi. Oleh karena itu Kesehatan mental diartikan dalam kerangka ‘keberfungsian dan kualitas hidup’ (Functioning and Quality of Life) sebagai salah satu area dimana indikasi kesehatan diterapkan pada masa depan kesehatan komunitas (Kovess, 1999).
Jahoda (dalam Andersson, 1999) membuat kriteria mengenai kesehatan mental secara positif. Kriteria tersebut antara lain: 1) Sense of identity, yang memuat self acceptance dan self-esteem. 2) Realizing One’s Potential, yang menjelaskan kemampuan individu merealisasikan potensi yang dimiliki. 3) Unifying Outlook and Sense of Meaning and Purpose To Life, yang menjelaskan cara individu dalam mencapai tujuan hidupnya. 4) Autonomy, yang memuat penentuan diri (self determination) yang disesuaikan dengan harapan masyarakat. 5) Accurate Perception, dalam hal persepsi terhadap realitas tanpa mengindahkan situasi objektif. 6) Mastery Of The Environment, yang termanifestasikan dalam hubungan interpersonal.

Kesimpulan

Dari penjabaran diatas, kita dapat mengetahui bahwa akulturasi psikologis adalah perubahan perilaku serta identitas yang terjadi pada individu sebagai dampak dari adanya hubungan (kontak) antar budaya. Jadi singkatnya, akulturasi psikologis terjadi karena adanya interkultural. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa interkultural yaitu adanya hubungan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain, antara budaya asli (lokal) dengan budaya lain (luar).  Tanpa adanya hubungan antar budaya, perilaku dan identitas individu tidak akan berubah. Adanya hubungan antar budaya menyebabkan individu yang menjadi anggota suatu budaya asli mengalami pergeseran nilai-nilai yang dianut, perubahan perilaku serta identitas.   



Daftar Pustaka

Flannery, Peter, dkk. 2001. An Empirical Comparison of Acculturation Models. http://www.uk.sagepub.com/thomas2e/study/articles/section3/Article65.pdf. Jurnal Society of Personality and Social Psychology. Vol.27, Hal.1035-1045. Diakses tanggal 2 Desember 2012

Dees, M David. 2006. How Do I Deal With These New Ideas?: The Psychological Acculturation of Rural Students. http://www.jrre.psu.edu/articles/21-6.pdf. Journal of Research in Rural Education. Diakses tanggal 2 November 2012

Berry, W John dan Saba Safdar. 2007. Psychology of  Diversity: Managing Acculturation and Multiculturalism in Plural Societies. http://atrium.lib.uoguelph.ca:8080/xmlui/bitstream/handle/10214/4064/Berry_Safdar_2007rev.pdf?sequence=3. Diakses tanggal 22 Desember 2012

Berry, W John. 2005. Acculturation: Living Successfully in Two Cultures.  International Journal of Intercultural Relations. Vol 29. Hal 697-712

Matsumoto, David dan Linda Juang. 2008. Culture and Psychology. USA: Wadsworth

Hadjam, Rochman Noor. Perubahan Nilai dan Kesehatan Mental. http://plopsikologi.ugm.ac.id/images/foto/CF73325448518165-15246.pdf. Diakses tanggal 22 Desember 2012